Kamis, 29 Desember 2011

What Is Hijab?

Seorang teman saya pernah bertanya kenapa sih aku memakai jilbab? Aku sudah empat tahun ini memakai jilbab, tepatnya mulai SMA kelas dua. Buatku, dengan memakai jilbab aku merasa nyaman, dan relatif 'terjaga' dari pandangan usil orang. 
Banyak muslimah yang ragu untuk berjilbab karena merasa 'harus hatinya dahulu yang berjilbab'. Padahal menurutku manusia itu tidak sempurna dan tidak akan pernah sempurna. Pasti ada satu dua kekurangan dalam hatinya tetapi menurutku itu bukan penghalang untuk memakai jilbab. Kalau menunggu sempurna dulu mau kapan memakai jilbabnya?
Justru menurutku dengan berjilbab itu menunjukkan bahwa kita adalah manusia biasa yang sedang berusaha untuk menuju kesempurnaan. Kesempurnaan di sini adalah bagaimana seorang muslimah menyadari kekurangan dan kelebihannya, kemudian bertumbuh dari kekurangan dan kelebihannya tersebut.
Aku memakai jilbab karena apa lagi kalau bukan karena perintah Al Quran dalam surat Al Ahzab. Buatku jilbab itu bukan hanya ekspresi budaya Arab tetapi memang kita diperintahkan untuk menutup aurat.Allah itu kan yang menciptakan manusia. Allah tahu sifat-sifat manusia itu bagaimana, cara perawatannya bagaimana. berarti karena keMahatahuan Allah itulah muslimah diperintahkan untuk berhijab. 
Pas awal-awal memakai jilbab aku bingung apa aku bisa ya istiqomah tau konsisten dalam berjilbab? Sekali kita memutuskan berjilbab, berarti untuk seterusnya jilbabnya tidak boleh dibuka tutup sesuka hati. Kebingungan itu juga muncul ketika ada temanku yang lebih dahulu memakai jilbab, setelah keluar dari salon dilepasnya jilbabnya itu! Naudzubillahi min dzalik!
Alasan lain mengapa banyak muslimah ogah berjilbab adalah erjilbab tidak menjamin seorang muslimah tidak diperkosa. Banyak kok yang sudah pakai jilbab tapi masih diperkosa, itu kan tergantung moral si laki-laki? Jangan salahkan pakaian perempuannya dong!
Padahal kalau dipikir secara rasional ada dua perempuan, yang satu pakai baju 'maksimal', yang satu pakai baju 'minimal'. Pasti yang banyak dipelototin yang pakai baju 'minimal'. SPG rokok kenapa banyak yang pakai baju minimal? Karena secara umum yang 'minimal' itulah yang lebih banyak menarik perhatian laki-laki. 
Lebih bebas mana dinilai dari ukuran dada atau panjang roknya atau dinilai dari integritasnya?
Jadi dalam kejadian pemerkosaan itu memang tidak adil sih kalau hanya menyalahkan baju perempuan. Tapi nggak adil juga kalau menafikan pengaruh baju pada 'akibat' yang terjadi (maksud akibat di sini bisa saja dipelototin, atau disuitin).
Alasan lain yang sering dikemukakan orang adalah berhijab itu berarti mengungkung kebebasan perempuan. Padahal coba perhatikan acara-acara TV yang artis perempuannya memakai baju minim. Pasti duduknya saja tidak bebas, sibuk untuk menutupi pahanya dengan menarik-narik roknya yang pendek itu atau ditutupi bantal! Apa itu yang disebut dengan kebebasan? lebih bebas mana dinilai dari ukuran dada atau panjang roknya atau dinilai dari integritasnya?


Minggu, 18 Desember 2011

LEBIH BAIK BERTEMU MUSUH DIBANDINGKAN BERTEMU MANTAN TEMAN


Sikap seseorang dengan orang yang tidak disukainya sudah jelas: jauhi dia, hindari kontak mata dengannya. Tetapi menghadapi seseorang yang DAHULUNYA  adalah teman baik, maksudku sahabat, sungguh dilematis. Mau menghindar salah, mau nyapa duluan juga takut dicuekin.
Aku terhubung dengan sebuah grup BBM yang berisi teman-temanku. Dua dari mereka sedang ulang tahun. Teman-teman yang lain banyak yang memberi ucapan selamat dan juga saling bertukar kado. Ada yang berceletuk, “Wah, ada yang bakalan perang kado nih!”
Temanku yang sedang berulang tahun mendapat kado berupa sebuah tempat pensil dan kertas ucapan selamat yang sangat personal berisi kesan-kesan, dan harapan semoga kado manis itu menemaninya dalam menyelesaikan skripsi.  
Hal yang menyakitkan adalah ketika giliranku yang berulang tahun, mereka hanya memberi ucapan selamat sekadarnya. Ketika kumpul bersamapun, aku tetap diundang,  tetapi tidak diajak mengobrol sama sekali. Ada, tetapi dianggap tidak ada.
                Gara-gara peristiwa itu, menemukan foto atau apapun yang berisi ucapan selamat ulang tahun di kamar seseorang adalah peristiwa yang traumatis untukku. Itu mengingatkanku pada peristiwa di grup BBM itu. Pada suatu hari seorang temanku yang lain menyimpan sebuah foto di kamar kosnya, foto berukuran 4R dengan bingkai sederhana berlatar warna pink berisi foto-foto dari teman satu gengnya bertuliskan “Selamat Ulang Tahun ke-20”. Sangat manis dan menyenangkan, tetapi aku tidak mau melihat foto itu.
Sikap temanku itu juga karena salahku. Aku dahulu sombong dan mudah marah. Tapi sekarang aku menyesali hal itu. Aku juga sudah minta maaf kepada teman-teman aku yang pernah aku sakiti. Alhamdulilah, beberapa dari mereka mau memaafkanku. Untuk yang belum bisa memaafkanku, aku hanya bisa memaklumi dan berharap semoga Allah membukakan pintu hatinya. Termasuk mereka juga yang kalau berpapasan di jalan, mereka pura-pura tidak melihatku. Padahal aku tahu kalau mereka benar-benar melihatku.

Tidak bolehkah seseorang mempunyai masa lalu yang buruk, kemudian orang itu menyesalinya untuk kemudian memperbaikinya?


Ternyata menemukan orang-orang yang bisa menerimaku di lingkungan yang sangat dingin dan individualis ini adalah hal yang paling berharga, seperti mutiara di tengah kubangan lumpur. Banyak orang-orang yang mengaku teman, tetapi cuma datang kalau butuh.Banyak orang-orang yang terlihat manis, setelah mereka mendengar gossip buruk tentangmu, mereka menjauh padahal itu sudah lama sekali dan kamu sudah berubah, berbeda dengan apa yang mereka pikirkan.
Saya bersyukur sahabat baru saya menerima saya apa adanya. Saya tidak perlu berpura-pura menjadi orang lain hanya untuk bisa diterima. Jadi, untuk saat ini hal yang terpenting dari seorang teman adalah ‘ACCEPTANCE’ atau penerimaan. Saya tidak memasang standar macam-macam untuk kualitas seorang sahabat selain acceptance itu.
Sebuah notifikasi grup BBM muncul di monitor. Setelah melihatnya sejenak, kupencet tombol Blackberry Groups, Friends, Menu, Leave Group….

Senin, 12 Desember 2011

Menghadapi Dosen Pembimbing


Mengerjakan skripsi adalah salah satu hal yang menguji nyali, kesabaran, dan keteguhan kita. Ujian tersebut dimulai sejak memulai untuk mengerjakan skripsi. Apalagi untuk saya yang berada di Program kekhususan pidana di fakultas hukum. Berbeda dengan program kekhususan lain yang terima judul dahulu, apakah judul tersebut sudah ada yang memakai atau belum urusan belakangan, program kekhususan saya sangat teliti dalam memeriksa judul yang diajukan mahasiswa.
Ketika berkonsultasi untuk mengajukan judul, mahasiswa dituntut untuk bisa menemukan masalah yang ada dalam judul tersebut. Yang dimaksud dengan masalah adalah ada perbedaan dengan yang seharusnya dengan kenyataannya, atau ada hal yang hendak dicapai tapi harapan tersebut tidak bisa diapai karena ada halangan tertentu.
Nah, dalam tahap ini banyak mahasiswa yang merasa kesulitan. Hal-hal menyebabkan tidak bisa menemukan masalah bisa karena kurang jeli, atau kurang menguasai seluk-beluk atau teori hal yang akan diteliti. Adapun ketika seorang mahasiswa sudah menemukan masalah, ada ‘cobaan’lain yaitu apakah permasalahan tersebut sudah diangkat oleh orang lain. Jika ternyata masalah tersebut pernah diajukan oleh orang lain dalam bentuk tugas akhir, maka masalah yang sudah susah-susah ditemukan tersebut gagal diajukan sebagai judul skripsi. Menurut salah satu dosen, penulisan tugas akhir sebisa mungkin didesain untuk mengeluarkan kemampuan terbaik mahasiswa. Menurutnya, banyak mahasiswa yang kemampuan terbaiknya baru keluar jika diberi tekanan.
 Saya juga sebelum menemukan judul saya yang sekarang, ketika diajukan ke dosen A, katanya belum ada yang mengajukan. Sampai empat dosen yang saya temui menyatakan belum ada yang mengajukan. Ketika mendatangi dosen kelima, ternyata ada yang masalahnya mirip dengan yang saya ajukan (waduh, bagaimana deg-degannya hati saya!). alhamdulilah ketika dikonfirmasi ke yang bersangkutan, ternyata permasalahan yang diangkat berbeda.
Cobaan ternyata tidak berhenti setelah judul diterima. Masalah lainnya adalah dosen perfeksionis, atau dosen yang susah ditemui. Dosen yang perfeksionis sisi negatifnya adalah menjadikan pengerjaan skripsi menjadi lebih lama. Tetapi sisi positifnya, hasil yang dicapai mahasiswa menjadi lebih baik dan tidak terlalu ‘dibantai’ ketika sidang akhir.
Mengenai dosen yang susah ditemui, apabila hanya bisa bertemu dosen seminggu sekali hal itu termasuk wajar. Akan menjadi tidak wajar kalau dosen tersebut melakukan studi dan tidak bisa melakukan bimbingan dalam waktu enam bulan. Kebijakan dalam Fakultas saya membolehkan mahasiwa mengganti dosen pembimbing apabila dalam waktu tiga bulan berturut-turut dosen tersebut tidak kunjung dapat member bimbingan.
Berikut tips-tips dalam menghadapi dosen pembimbing:
1.       Menghubungi dosen pembimbing dalam waktu yang tepat.
Seorang dosen pernah mengeluhkan perilaku mahasiswa yang mengirim SMS padanya jam 12 malam. Jam 12 malam adalah waktunya orang beristirahat, jadi tidak sopan mengirim SMS terlalu larut atau bahkan menelepon! Jam yang cukup sopan untuk menghubungi dosen adalah pukul 7 hingga 11 siang, atau sehabis maghrib sekitar pukul 19.00 hingga 20.00. Tanyakanlah lebih dahulu kepada teman yang lain jam berapa dosen tersebut lebih berkenan dihubungi.
2.       Menghubungi dosen dengan cara yang tepat.
Beberapa dosen lebih suka ditelepon, ada juga yang lebih suka dikirimi SMS. Saya pernah mengirim SMS pada seorang dosen dan tidak pernah dibalas. Ketika saya menanyakan ke teman saya, dosen ybs lebih suka ditelepon. Dan ternyata benar, dosen tersebut ketika ditelepon langsung diangkat. Dosen yang lain ketika ditelepon tidak pernah diangkat tetapi jika dikirimi SMS selalu dibalas.
3.       Pasang nyali yang tebal.
Teman saya ada yang takut menemui dosen. Alasannya macam-macam, dari karena tidak percaya diri, baru melihat sudah ‘keder’ duluan, sampai takut diomeli bahkan ‘dibantai’ alias tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dosen.  Dosen yang mau didatangi sebenarnya tidak ‘killer’ tetapi mungkin hari itu sudah puluhan mahasiswa yang dilayaninya jadi mungkin beliau sedang lelah. Saya sendiri sudah 10 kali bertemu dosen dan dalam 10 pertemuan tersebut saya selalu ‘dibantai’ (nggak separah itu sih sebetulnya, tapi kalau ditanyai sih sudah biasa). Saking biasanya, saya sudah ‘kebal’ jadi cuek saja kalau mereka tanya macam-macam. Saya berpendapat apapun raut wajah mereka (mau jutek, mau cuek) dan apapun yang mereka tanyakan atau katakan tidak ditujukan pada diri saya secara pribadi, tetapi hanya untuk menambah kualitas mental maupun intelektual saya. Buktinya, kalau ketemu lagi mereka tidak jutek lagi. Reaksi mereka biasa saja.
4.       Sopan.
Punya nyali yang tebal tidak berarti kita bisa bersikap sembarangan dengan dosen. Ada mahasiswa yang dengan cueknya mengatakan dia mau bimbingan kepada dosen yang sedang mengobrol serius dengan seorang professor. Parahnya mahasiswa itu ngotot lagi. Terang saja dosen itu marah. Harus hati-hati jika menghadapi dosen yang sedang mengobrol apakah obrolannya serius atau mengobrol santai biasa. Ada juga dosen yang oke-oke saja didatangi mahasiswa yang hendak bimbingan ketika sedang mengobrol. Tetapi ya itu mesti diingat, ngobrolnya serius apa tidak.
                Selamat mengerjakan skripsi! Semoga tips-tipsnya bermanfaat.