Mengerjakan skripsi adalah salah satu hal yang
menguji nyali, kesabaran, dan keteguhan kita. Ujian tersebut dimulai sejak
memulai untuk mengerjakan skripsi. Apalagi untuk saya yang berada di Program
kekhususan pidana di fakultas hukum. Berbeda dengan program kekhususan lain
yang terima judul dahulu, apakah judul tersebut sudah ada yang memakai atau
belum urusan belakangan, program kekhususan saya sangat teliti dalam memeriksa
judul yang diajukan mahasiswa.
Ketika berkonsultasi untuk mengajukan judul,
mahasiswa dituntut untuk bisa menemukan masalah yang ada dalam judul tersebut.
Yang dimaksud dengan masalah adalah ada perbedaan dengan yang seharusnya dengan
kenyataannya, atau ada hal yang hendak dicapai tapi harapan tersebut tidak bisa
diapai karena ada halangan tertentu.
Nah, dalam tahap ini banyak mahasiswa yang
merasa kesulitan. Hal-hal menyebabkan tidak bisa menemukan masalah bisa karena
kurang jeli, atau kurang menguasai seluk-beluk atau teori hal yang akan
diteliti. Adapun ketika seorang mahasiswa sudah menemukan masalah, ada
‘cobaan’lain yaitu apakah permasalahan tersebut sudah diangkat oleh orang lain.
Jika ternyata masalah tersebut pernah diajukan oleh orang lain dalam bentuk
tugas akhir, maka masalah yang sudah susah-susah ditemukan tersebut gagal
diajukan sebagai judul skripsi. Menurut salah satu dosen, penulisan tugas akhir
sebisa mungkin didesain untuk mengeluarkan kemampuan terbaik mahasiswa.
Menurutnya, banyak mahasiswa yang kemampuan terbaiknya baru keluar jika diberi
tekanan.
Saya
juga sebelum menemukan judul saya yang sekarang, ketika diajukan ke dosen A,
katanya belum ada yang mengajukan. Sampai empat dosen yang saya temui
menyatakan belum ada yang mengajukan. Ketika mendatangi dosen kelima, ternyata
ada yang masalahnya mirip dengan yang saya ajukan (waduh, bagaimana
deg-degannya hati saya!). alhamdulilah ketika dikonfirmasi ke yang
bersangkutan, ternyata permasalahan yang diangkat berbeda.
Cobaan ternyata tidak berhenti setelah judul
diterima. Masalah lainnya adalah dosen perfeksionis, atau dosen yang susah
ditemui. Dosen yang perfeksionis sisi negatifnya adalah menjadikan pengerjaan
skripsi menjadi lebih lama. Tetapi sisi positifnya, hasil yang dicapai
mahasiswa menjadi lebih baik dan tidak terlalu ‘dibantai’ ketika sidang akhir.
Mengenai dosen yang susah ditemui, apabila
hanya bisa bertemu dosen seminggu sekali hal itu termasuk wajar. Akan menjadi
tidak wajar kalau dosen tersebut melakukan studi dan tidak bisa melakukan
bimbingan dalam waktu enam bulan. Kebijakan dalam Fakultas saya membolehkan
mahasiwa mengganti dosen pembimbing apabila dalam waktu tiga bulan
berturut-turut dosen tersebut tidak kunjung dapat member bimbingan.
Berikut tips-tips dalam menghadapi dosen
pembimbing:
1.
Menghubungi
dosen pembimbing dalam waktu yang tepat.
Seorang dosen
pernah mengeluhkan perilaku mahasiswa yang mengirim SMS padanya jam 12 malam.
Jam 12 malam adalah waktunya orang beristirahat, jadi tidak sopan mengirim SMS
terlalu larut atau bahkan menelepon! Jam yang cukup sopan untuk menghubungi
dosen adalah pukul 7 hingga 11 siang, atau sehabis maghrib sekitar pukul 19.00
hingga 20.00. Tanyakanlah lebih dahulu kepada teman yang lain jam berapa dosen
tersebut lebih berkenan dihubungi.
2.
Menghubungi
dosen dengan cara yang tepat.
Beberapa dosen
lebih suka ditelepon, ada juga yang lebih suka dikirimi SMS. Saya pernah
mengirim SMS pada seorang dosen dan tidak pernah dibalas. Ketika saya
menanyakan ke teman saya, dosen ybs lebih suka ditelepon. Dan ternyata benar,
dosen tersebut ketika ditelepon langsung diangkat. Dosen yang lain ketika
ditelepon tidak pernah diangkat tetapi jika dikirimi SMS selalu dibalas.
3.
Pasang
nyali yang tebal.
Teman saya ada
yang takut menemui dosen. Alasannya macam-macam, dari karena tidak percaya
diri, baru melihat sudah ‘keder’ duluan, sampai takut diomeli bahkan ‘dibantai’
alias tidak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dosen. Dosen yang mau didatangi sebenarnya tidak
‘killer’ tetapi mungkin hari itu sudah puluhan mahasiswa yang dilayaninya jadi
mungkin beliau sedang lelah. Saya sendiri sudah 10 kali bertemu dosen dan dalam
10 pertemuan tersebut saya selalu ‘dibantai’ (nggak separah itu sih sebetulnya,
tapi kalau ditanyai sih sudah biasa). Saking biasanya, saya sudah ‘kebal’ jadi
cuek saja kalau mereka tanya macam-macam. Saya berpendapat apapun raut wajah
mereka (mau jutek, mau cuek) dan apapun yang mereka tanyakan atau katakan tidak
ditujukan pada diri saya secara pribadi, tetapi hanya untuk menambah kualitas
mental maupun intelektual saya. Buktinya, kalau ketemu lagi mereka tidak jutek
lagi. Reaksi mereka biasa saja.
4.
Sopan.
Punya nyali yang
tebal tidak berarti kita bisa bersikap sembarangan dengan dosen. Ada mahasiswa
yang dengan cueknya mengatakan dia mau bimbingan kepada dosen yang sedang
mengobrol serius dengan seorang professor. Parahnya mahasiswa itu ngotot lagi.
Terang saja dosen itu marah. Harus hati-hati jika menghadapi dosen yang sedang
mengobrol apakah obrolannya serius atau mengobrol santai biasa. Ada juga dosen
yang oke-oke saja didatangi mahasiswa yang hendak bimbingan ketika sedang
mengobrol. Tetapi ya itu mesti diingat, ngobrolnya serius apa tidak.
Selamat mengerjakan
skripsi! Semoga tips-tipsnya bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar